PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), perusahaan tekstil yang berlokasi di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, secara resmi menghentikan operasionalnya pada Sabtu, 1 Maret 2025. Setelah beroperasi selama 58 tahun, perusahaan ini dinyatakan bangkrut dan terpaksa menutup usahanya. Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Kabupaten Sukoharjo mengonfirmasi bahwa penutupan telah berlaku efektif sejak 1 Maret 2025. Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawan PT Sritex dimulai pada 26 Februari, dengan hari terakhir kerja jatuh pada 28 Februari 2025. PHK ini tidak hanya berdampak pada pabrik di Sukoharjo, tetapi juga melibatkan anak perusahaan lain yang tergabung dalam Sritex Group.
Ribuan Karyawan Sritex Terdampak PHK Massal
Berdasarkan data dari Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jawa Tengah, sebanyak 10.669 pekerja Sritex Group terkena PHK secara bertahap selama Januari dan Februari 2025. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sekaligus Ketua Partai Buruh, Said Iqbal, menyatakan bahwa PHK terhadap hampir 10.000 karyawan PT Sritex dianggap ilegal. "Partai Buruh dan KSPI menegaskan bahwa PHK terhadap sekitar 8.400 karyawan Sritex tidak sah secara hukum," ujar Said dalam konferensi pers virtual pada Minggu, 2 Maret 2025. Ia menekankan bahwa keputusan PHK ini bertentangan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan serta Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 68 Tahun 2024. Selain itu, ia juga menyoroti bahwa proses PHK ini tidak dilakukan melalui mekanisme bipartit (perundingan antara pekerja dan pengusaha) maupun tripartit (mediasi dengan Dinas Ketenagakerjaan).
DPR Kritik Pernyataan Pemerintah Terkait PHK PT Sritex
Ketua Komisi VII DPR, Saleh Daulay, mengkritik pernyataan pemerintah yang sebelumnya menyatakan bahwa tidak akan ada PHK di PT Sritex meskipun perusahaan mengalami kebangkrutan. Namun, kenyataannya, lebih dari 10.000 buruh telah kehilangan pekerjaan. "Ketika Komisi VII membahas hasil kunjungan ke PT Sritex dengan Kementerian Perindustrian beberapa waktu lalu, Menteri Perindustrian sempat menyampaikan bahwa pemerintah memiliki skema untuk menangani perusahaan ini. Ia juga memastikan bahwa tidak akan ada PHK," kata Saleh.
Saleh meminta Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita untuk segera mengambil langkah konkret guna menangani dampak penutupan PT Sritex. Menurutnya, pemerintah perlu menunjukkan keberpihakan serta kebijakan afirmatif yang melindungi hak-hak karyawan yang terdampak.
Pemerintah Siapkan 40.000 Lowongan Kerja Baru
Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker), Emmanuel Ebenezer (Noel), mengungkapkan bahwa sekitar 40.000 lapangan pekerjaan baru akan segera tersedia guna membantu korban PHK di sektor manufaktur. "Kami akan mencari industri yang masih membuka peluang kerja. Pada hari Senin, saya akan berkunjung ke Garut, di mana tersedia sekitar 10.000 lowongan pekerjaan," kata Noel saat berada di Kantor Kemenaker, Jakarta, Jumat, 28 Februari 2025. Selain itu, Huawei Indonesia juga dikabarkan membuka sekitar 30.000 lowongan pekerjaan. Pemerintah terus berupaya meminimalisir dampak dari PHK massal yang terjadi di sektor manufaktur.
Hak-Hak Karyawan Sritex Masih Belum Dibayarkan
Meskipun pemerintah telah berjanji untuk memastikan bahwa hak-hak karyawan PT Sritex akan terpenuhi, kenyataannya, pesangon dan tunjangan hari raya (THR) bagi lebih dari 10.000 pekerja yang terkena PHK masih belum dapat dicairkan. Kepala Disnakertrans Jawa Tengah, Ahmad Aziz, menjelaskan bahwa pembayaran pesangon hanya bisa dilakukan setelah aset perusahaan dijual dan dana tersedia. "THR juga termasuk dalam hak yang masih tertunda pembayarannya. Ini merupakan pernyataan langsung dari kurator yang menangani kasus ini," ujar Aziz.
Saat ini, satu-satunya hak yang bisa diklaim oleh mantan karyawan PT Sritex adalah manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) dari BPJS Ketenagakerjaan. Pemerintah terus mengawal perkembangan kasus ini untuk memastikan bahwa hak-hak pekerja tetap terlindungi di tengah dampak besar dari PHK massal yang terjadi.
Share this post