BPKP Awasi Ketat Penerapan Harga Gas Murah untuk Industri, Apa Alasannya?

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan bahwa saat ini Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tengah mengaudit kebijakan pemerintah pada Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) atau harga gas 'murah' untuk industri US$ 6 per MMBTU.

Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menyebut, BPKP juga tengah melihat bagaimana manfaat kebijakan harga gas 'murah' untuk industri tersebut.

"Kita sekarang lagi diauditkan sama BPKP. Jadi yang pelaksana HGBT tahun ini, tahun yang lalu itu diaudit sama BPKP untuk melihat manfaatnya itu seperti apa. Jadi ada gambaran yang jelas ke pemerintah, ke Kementerian ESDM, ke Kementerian Keuangan, ke SKK (Migas) nanti, terutama ke penerimaan negara, ke dalam benefitnya yang oleh Indonesia itu terukurnya seperti apa," tutur Dadan saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (23/8/2024).

Saat ini, kebijakan HGBT akan berlaku hingga 31 Desember 2024, dengan sektor industri yang menerima sebanyak 7 kelompok, yakni industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, gelas kaca, dan sarung tangan karet.

Dadan memperkirakan BPKP juga mempertimbangkan pengaturan industri mana saja yang sekiranya bisa memanfaatkan program HGBT pada 2025 mendatang.

"Ini barangkali ya, pengaturannya. Pengaturan nanti siapa yang dapat, siapa yang kita tunda. Karena ini gasnya kan segitu. Ini yang minta kan makin banyak sekarang. Ya semua juga pasti akan minta, oh harganya murah. Terus kita harus milih kan dari situ," jawab Dadan saat ditanya apakah hasil audit BPKP akan memperluas sektor industri penerima HGBT.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Airlangga Hartarto memastikan pemberlakuan program HGBT atau harga gas 'murah' untuk industri bakal dilanjut.

“Oleh karena itu, industri harus bersiap untuk mengambil peluang ini dengan mempersiapkan penyediaan infrastruktur dan teknologi yang paling efisien dan sesuai dengan standar keamanan yang memadai untuk membangun ekosistem hidrogen di Indonesia” jelas Reni.

Reni menyampaikan, Asosiasi Gas Industri Indonesia (AGII) yang merupakan wadah bagi produsen gas industri di Indonesia telah secara aktif menjalankan peran dengan sangat baik sebagai penyedia gas industri di tanah air sejak tahun 1972.

“Kami juga mengapresiasi produsen gas industri yang berperan aktif mendukung program pemerintah dalam penanganan kebutuhan oksigen pada masa pandemi Covid-19, dengan mengalokasikan seluruh produksi oksigen ke rumah sakit untuk menolong rakyat Indonesia,” tuturnya.

Guna menyongsong Indonesia Emas tahun 2045 yang mengusung kedaulatan, maju dan berkelanjutan di sektor industri, Kemenperin berharap kepada AGII untuk terus mendorong anggotanya aktif melakukan ekspansi agar Indonesia tetap dapat memenuhi kebutuhan gas-gas industri secara mandiri dan tidak bergantung pada impor.

AGII juga diharapkan berperan aktif dalam mendukung perkembangan energi terbarukan yang ramah lingkungan seperti hidrogen.

Ketua Umum AGII Rachmat Harsono menambahkan, di tengah meningkatnya permintaan global akan energi yang lebih bersih dan berkelanjutan, hidrogen telah muncul sebagai salah satu solusi masa depan karena rendahnya emisi karbon yang dihasilkan. Indonesia dengan sumber daya alamnya yang melimpah tentu memiliki posisi strategis untuk memimpin perubahan ini.

Namun, perlu disadari juga bahwa tantangan dalam mewujudkan potensi tersebut tidaklah mudah. "Diperlukan inovasi teknologi, investasi, serta kolaborasi erat antara pemerintah, industri, dan berbagai pemangku kepentingan lainnya,” tuturnya.

Oleh karena itu, AGII memiliki tanggung jawab besar untuk mendukung inisiatif pemanfaatan hidrogen hijau, baik dari sisi teknologi maupun keselamatan kerja.

“Kesadaran terhadap pentingnya keselamatan, baik dalam proses operasional maupun peralatan, merupakan langkah vital agar industri gas dapat berjalan dengan aman dan lancar, serta turut membantu dalam mendorong proses dekarbonisasi yang berkelanjutan,” paparnya.

Rachmat mengemukakan, pelatihan dan pengaplikasian standar keselamatan kerja sangat diperlukan. Salah satu langkah konkret adalah dengan meningkatkan standarisasi peralatan yang digunakan dalam industri gas, termasuk pemanfaatan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk peralatan-peralatan penting seperti silinder gas.

Hal ini tidak hanya memastikan bahwa peralatan yang digunakan memenuhi standar keselamatan yang tinggi, melainkan juga untuk mendukung pertumbuhan industri manufaktur dalam negeri, sehingga pada akhirnya dapat memperkuat kemandirian industri nasional.

Selain aspek keselamatan, penyusunan peta jalan hidrogen yang komprehensif juga sangat penting. Peta jalan ini diharapkan menjadi pedoman yang jelas dalam mendukung transisi energi nasional, sekaligus memacu pertumbuhan industri gas yang lebih berkelanjutan.

Selain itu, peta jalan tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata dalam mencapai target NZE di Indonesia pada tahun 2050, serta dampak ekonomi dan sosial yang positif bagi masyarakat Indonesia.

Hal ini diungkapkan Airlangga Usai rapat terbatas terkait dengan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (8/7/2024).

"Keputusannya HGBT itu dilanjutkan pada sektor eksisting sekarang 7 sektor," kata Airlangga kepada wartawan, Senin (8/7/2024).

Lebih lanjut, Airlangga mengungkapkan terkait usulan perluasan ke 24 Industri lainnya, masih dalam tahap kajian. "Sedangkan yang lain nanti dikaji," katanya.

Dalam rapat itu Airlangga juga membeberkan diputuskan memberikan penugasan kepada PT Pertamina untuk membuat infrastruktur gas. Terutama Untuk regasifikasi Liquefied Natural Gas (LNG) atau gas alam yang diubah menjadi bentuk cair.

"Dan ketiga kawasan industri diizinkan untuk membuat regasifikasi LNG plus bisa untuk pengadaan LNG dari luar negeri," kata Airlangga.

Share this post

Loading...